Jumat, 01 Februari 2013

Tauhid Ahlul Bait Mengandung Unsur Sains Iptek Yang Terintegrasi

Albert Einstein (si jenius) mengklaim syi’ah sebagai mazhab yang penuh pertumbuhan sains dan teknologi  !  Fakta itu terbukti dizaman kita, MUI sudah gila jika tuduh syi’ah sesat !
Syi’ah akan maju pesat  karena doktrinnya relevan dengan kemajuan ilmu dan pengetahuan. Sains, kekuasaan dan moralitas sebagai satu kesatuan menurut syi’ah
Tauhid Ahlul Bait Mengandung Unsur Sains Iptek Yang Terintegrasi
syi’ah mengintegrasikan iptek/sains dan agama
“Setelah 40 kali menjalin kontak surat-menyurat dengan Anda (Ayatollah Boroujerdi), kini saya menerima agama Islam dan mazhab Syiah 12 Imam” kata Albert Einstein
Einstein dalam makalah terakhirnya bertajuk Die Erklärung (Deklarasi) yang ditulis pada tahun 1954 di Amerika Serikat dalam bahasa Jerman menelaah teori relatifitas lewat ayat-ayat Alquran dan ucapan Imam Ali bin Abi Thalib as. dalam kitab Nahjul Balaghah. Ia mengatakan, hadis-hadis punya muatan seperti ini tidak bakal di mazhab lain. Hanya mazhab Syiah yang memiliki hadis dari para Imam mereka yang memuat teori kompleks seperti Relativitas
ilmuwan Albert Einstein adalah seorang penganut Syiah. Kami  mengutip sebuah surat rahasia Albert Einstein, ilmuan Jerman penemu teori relatifitas itu, yang menunjukkan bahwa dirinya adalah penganut mazhab Islam tersebut.
Berdasarkan laporan situs mouood.org, Einstein pada tahun 1954 dalam suratnya kepada Ayatullah Al-Uzma Sayid Hossein Boroujerdi, marji besar Syiah kala itu, menyatakan, “Setelah 40 kali menjalin kontak surat-menyurat dengan Anda (Ayatullah Boroujerdi), kini saya menerima agama Islam dan mazhab Syiah 12 Imam”.
Einstein dalam suratnya itu menjelaskan bahwa Islam lebih utama ketimbang seluruh agama-agama lain dan menyebutnya sebagai agama yang paling sempurna dan rasional. Ditegaskannya, “Jika seluruh dunia berusaha membuat saya kecewa terhadap keyakinan suci ini, niscaya mereka tidak akan mampu melakukannya walau hanya dengan membersitkan setitik keraguan kepada saya”.
Einstein dalam makalah terakhirnya bertajuk Die Erklärung (Deklarasi) yang ditulis pada tahun 1954 di Amerika Serikat dalam bahasa Jerman menelaah teori relatifitas lewat ayat-ayat Alquran dan ucapan Imam Ali bin Abi Thalib as. dalam kitab Nahjul Balaghah. Ia mengatakan, hadis-hadis punya muatan seperti ini tidak bakal di mazhab lain. Hanya mazhab Syiah yang memiliki hadis dari para Imam mereka yang memuat teori kompleks seperti Relativitas. Sayangnya, kebanyakan ilmuannya tidak mengetahui hal itu.
Dalam makalahnya itu, Einstein menyebut penjelasan Imam Ali as tentang perjalanan mikraj jasmani Rasulullah ke langit dan alam malakut yang hanya dilakukan dalam beberapa detik sebagai penjelasan Imam Ali as yang paling bernilai.
Salah satu hadis yang menjadi sandarannya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Allamah Majlisi tentang mikraj jasmani Rasulullah saw. Disebutkan, “Ketika terangkat dari tanah, pakaian atau kaki Nabi menyentuh sebuah bejana berisi air yang menyebabkan air tumpah. Setelah Nabi kembali dari mikraj jasmani, setelah melalui berbagai zaman, beliau melihat air masih dalam keadaan tumpah di atas tanah.” Einstein melihat hadis ini sebagai khazanah keilmuan yang mahal harganya, karena menjelaskan kemampuan keilmuan para Imam Syiah dalam relativitas waktu. Menurut Einstein, formula matematika kebangkitan jasmani berbanding terbalik dengan formula terkenal “relativitas materi dan energi”.
E = M.C² >> M = E : C²
Artinya, sekalipun badan kita berubah menjadi energi, ia dapat kembali berujud semula, hidup kembali.
Dalam suratnya kepada Ayatullah al-Uzma Boroujerdi, sebagai penghormatan ia selalu menggunakan kata panggilan “Boroujerdi Senior”, dan untuk menggembirakan ruh Prof. Hesabi (fisikawan dan murid satu-satunya Einstein asal Iran), ia menggunakan kata “Hesabi yang mulia”. Naskah asli risalah ini masih tersimpan dalam safety box rahasia London (di bagian tempat penyimpanan Prof. Ibrahim Mahdavi), dengan alasan keamanan.
Risalah ini dibeli oleh Prof. Ibrahim Mahdavi (tinggal di London) dengan bantuan salah satu anggota perusahaan pembuat mobil Benz seharga 3 juta dolar dari seorang penjual barang antik Yahudi. Tulisan tangan Einstein di semua halaman buku kecil itu telah dicek lewat komputer dan dibuktikan oleh para pakar manuskrip.
Kantor berita Iran IRIB (24/9/2011)  melansir sebuah berita yang menyatakan bahwa ilmuwan Albert Einstein adalah seorang penganut Syiah. IRIB mengutip sebuah surat rahasia Albert Einstein, ilmuan Jerman penemu teori relatifitas itu, yang menunjukkan bahwa dirinya adalah penganut mazhab Islam tersebut.
Berdasarkan laporan situs mouood.org, Einstein pada tahun 1954 dalam suratnya kepada Ayatullah Al-Uzma Sayid Hossein Boroujerdi, marji besar Syiah kala itu, menyatakan, “Setelah 40 kali menjalin kontak surat-menyurat dengan Anda (Ayatullah Boroujerdi), kini saya menerima agama Islam dan mazhab Syiah 12 Imam”.Einstein dalam suratnya itu menjelaskan bahwa Islam lebih utama ketimbang seluruh agama-agama lain dan menyebutnya sebagai agama yang paling sempurna dan rasional. Ditegaskannya, “Jika seluruh dunia berusaha membuat saya kecewa terhadap keyakinan suci ini, niscaya mereka tidak akan mampu melakukannya walau hanya dengan membersitkan setitik keraguan kepada saya”.
.
TERNYATA  ALBERT  EiNSTEiN PENGANUT   SYi’AH
Ketika media-media zionis berusaha mencegah peningkatan jumlah pemeluk baru Islam di kalangan masyarakat Barat dan berusaha mencoreng citra agama cinta damai dan keadilan ini, terungkap sebuah surat rahasia Albert Einstein, ilmuan Jerman penemu teori relatifitas yang menunjukkan bahwa dirinya adalah penganut Islam Syiah Imamiyah. Berdasarkan laporan situs Mouood.org, Einstein pada tahun 1954 dalam suratnya kepada Ayatollah Al-Udzma Sayid Hossein Boroujerdi, marji besar Syiah kala itu, menyatakan, “Setelah 40 kali menjalin kontak surat-menyurat dengan Anda (Ayatollah Boroujerdi), kini saya menerima agama Islam dan mazhab Syiah 12 Imam”
.
Einstein dalam suratnya itu menjelaskan bahwa Islam lebih utama ketimbang seluruh agama-agama lain dan menyebutnya sebagai agama yang paling sempurna dan rasional. Ditegaskannya, “Jika seluruh dunia berusaha membuat saya kecewa terhadap keyakinan suci ini, niscaya mereka tidak akan mampu melakukannya walau hanya dengan membersitkan setitik keraguan kepada saya”.
Einstein dalam makalah terakhirnya bertajuk Die Erklarung (Deklarasi) yang ditulis pada tahun 1954 di Amerika Serikat dalam bahasa Jerman menelaah teori relatifitas lewat ayat-ayat Al-Quran dan ucapan Imam Ali bin Abi Thalib as dalam kitab Nahjul Balaghah
.
Dalam makalahnya itu, Einstein menyebut penjelasan Imam Ali as tentang perjalanan miraj jasmani Rasulullah ke langit dan alam malakut yang hanya dilakukan dalam beberapa detik sebagai penjelasan Imam Ali as yang paling bernilai
.
Benarkah Indonesia terbelakang dan miskin karena mayoritasnya penduduknya Muslim Sunni ? Benarkah Islam Sunni justru menghambat kemajuan peradaban? Apakah Indonesia memiliki pemimpin dan elite nasional yang bervisi cinta ilmu pengetahuan dan peradaban?
Adakah politisi dan elite nasional yang bervisi demikian? Ternyata tidak. Dengan menyesal harus kita katakan demikian. Buktinya, parpol dan para penguasa hanya mengejar kekuasaan belaka. Sementara para elite serta pemimpin nasional tak punya komitmen kepada perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban seperti di zaman keemasan Islam dahulu.
Setidaknya itulah komentar Prof Dr Mulyadi Kartanegara, guru besar UIN Jakarta . Pandangan Mulyadi itu dibenarkan oleh Tisnaya Kartakusuma, Hans Satya Budi dan Abas Jauhari MA dosen UIN Ciputat, dalam seminar ‘Kontribusi Islam dan Jala Sutra dalam Ruang Peradaban Indonesia Raya’ yang dipandu akademisi muda PSIK Universitas Paramadina Herdi Sahrasad. Seminar diselenggarakan oleh Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK) Universitas Paramadina bersama Industry & Labor Watch, Jakarta
Mulyadi mengingatkan, perkembangan ilmu pengetahuan di kalangan Dunia Islam-lah yang menyebabkan kebangkitan dan kemajuan Eropa setelah Barat lama dilanda abad kegelapan. Dan dewasa ini Indonesia adalah negeri Muslim terbesar di dunia, namun disebut oleh negara-negara Barat sebagai the sleeping giant (raksasa tidur) karena krisis peradaban.
“Jika Indonesia mau bangkit, maka penterjemahan dan alih bahasa naskah-naskah Islam klasik mutlak diperlukan untuk membangkitkan khasanah intelektual dan peradaban Islam,” tegas Mulyadi.
Tidak ada bangsa yang bangkit dan maju tanpa kebangkitan ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Tradisi ilmiah Islam di masa lampau sangatlah kaya. Ibnu Sina menghasilkan karya tentang psikologi dan botani.
Memang ada perbedaan antara fisika Islam dan matematika Islam dengan yang di Barat. Kalau mereka hanya tahu yang dari Barat, maka mereka tidak tahu bahwa ada yang lain. Jika mereka kenal khazanah keilmuan pasti akan terkagum-kagum. Masalahnya, ilmuwan banyak yang kurang mengapresiasi keilmuan Islam karena mereka belum tahu.
Mulyadi, Tisnaya, Abas dan Hans menegaskan, dalam Islam itu ada ilmu rasional dan ilmu agama. Sejauh itu ilmu rasional, maka diskusi akan terjadi di sana . Tapi, ilmu rasional dalam Islam tidak boleh melanggar prinsip-prinsip keislaman, tauhid, keyakinan kepada hari akhir.
Jadi, kata Mulyadi, dalam upaya membangun peradaban maka kita harus membangun kurikulum pendidikan yang meliputi seluruh level eksistensi mulai dari yang fisik, matematik dan metafisik. Dengan tiga disiplin yang dirangkai itu maka kita akan memiliki pandangan yang holistik. Tidak seperti sekarang fisika, matematika, biologi berjalan sendiri-sendiri atau tidak saling berkaitan.
Dalam tradisi keilmuan Islam selalu ada hirarki. Misalnya, ilmu dibagi dua yakni naqliyah dan aqliyah. Dalam aqliyah ada nazhariyah dan amaliyah. Nazhariyah ada fisika, matematika dan metafisika. Kemudian, amaliyah ada etika, ekonomi dan politik. Tapi yang praktis tidak boleh dilepaskan dari yang teoritis.
Oleh karena itu, ada satu kesatuan yang holistik. Ilmu jiwa misalnya, dalam tradisi ilmiah Islam bisa menyatukan antara fisika dan metafisika. Masuk fisika ketika jiwanya masih dalam tubuh. Tapi ketika jiwanya sudah tidak ada dalam tubuh, maka masuk dalam metafisika.
Dalam hal ini, kata Mulyadi dan Tisnaya, betapa pentingnya universitas dan perpustakaan. Sejarah telah mencatat bahwa perpustakaan merupakan sebuah entitas yang tidak bisa di nafikkan dalam mendukung kemajuan intelektual sebuah komunitas. Setidaknya ini ditunjukkan oleh Harun al-Rasyid yang membangun Khizanah al-Hikmah.
Khizanah al-Hikmah ini lebih dari sekedar perpustakaan, namun juga merupakan pusat penelitian. Khizanah al-Hikmah yang kemudian oleh al-Makmun diubah namanya menjadi Bait al-Hikmah pada tahun 815 M, pada masanya telah menyangga berbagai kegiatan ilmiah. Selain perpustakaan dan penelitian, juga sebagai tempat kegiatan studi, riset astronomi dan matematika.
Mulyadi menambahkan, sebagai contoh Ibnu Sina, yang merupakan seorang ahli kedokteran dan juga seorang filosof. Dengan buku terkenalnya, Al-Kanun, namanya dikenal dunia. Dan bukunya telah dijadikan rujukan ilmu kedokteran selama berabad-abad.
Uraian di atas merupakan sedikit contoh perkembangan keilmuan yang ada di dunia timur. Perpustakaan universitas di zaman keemasan Islam, yang banyak orang menyebutnya sebagai jantung universitas dan peradaban Islam era kekhalifahan, merupakan salah satu penyangga kegiatan keilmuan dan peradaban Islam masa itu. Sisa-sisanya bisa dilihat di Timur Tengah sampai sekarang. Apakah pemerintah mau melakukan itu semua? Kita belum tahu
Bismillah..BiMuhammad wa Aali Muhammad…
Lebih dari 14 abad yang lalu ketika Ilmu pengetahuan dalam era kegelapan jahiliah, barbar, primitif serta era perbudakan Islam hadir sebagai Bukti Kebesaran-NYA SWT melalui Jibril as.
Wahyu Kalamullah yg berisi petunjuk dan ilmu tentang ciptaan Allah, bagaimana bumi terbentuk, tumbuhan dan hewan serta manusia tercipta,bagaimana langit, awan, bulan, matahari, petir, hujan, serta seluruh yg ada dilangit & bumi diciptakan..
Sebagian besar umat islam tahu akan hal itu namun hanya berhenti pada BANGGA akan Islam namun kurang mau menelaah lebih dalam lagi hingga mampu memperkuat Iman melalui memperkuat keyakinan akan betapa Besar & Agung CiptaanNYA serta betapa Maha Besar dan Maha Kuasanya Allah SWT.14 abad yg lalu Islam telah menerangkan dan menjelaskan seluruh hal yang berada jauh diluar jangkauan akal bahkan khayal manusia yang bahkan baru-baru ini dalam abad 20an para Ilmuwan hanya mampu sedikit menguak keberadaan sebagian kecil dari Ilmu yg tercantum dan diajarkan Alqur’an melalui Nabi Saaw dan para Imam suci Ahlilbayth beliau (saww).

Dunia sains modern di awal abad ke-20 M dibuat takjub oleh penemuan seorang ilmuwan  Jerman bernama Albert Einstein. Fisikawan ini pada 1905 memublikasikan teori relativitas khusus (special relativity theory). Satu dasawarsa kemudian, Einstein yang didaulat majalah Time sebagai tokoh abad XX itu mencetuskan teori relativitas umum (general relativity theory). Teori relativitas itu dirumuskannya sebagai E=mc2. Rumus teori relativitas yang begitu populer menyatakan bahwa kecepatan cahaya adalah konstan. Selain itu, teori relativitas khusus yang dilontarkan Einstein berkaitan dengan materi dan cahaya yang bergerak dengan kecepatan sangat tinggi

.
Sedangkan, teori relativitas umum menyatakan, setiap benda bermassa menyebabkan ruang-waktu di sekitarnya melengkung (efek geodetic wrap). Melalui kedua teori relativitas itu, Einstein menjelaskan bahwa gelombang elektromagnetis tidak sesuai dengan teori gerakan Newton. Gelombang elektromagnetis dibuktikan bergerak pada kecepatan yang konstan, tanpa dipengaruhi gerakan sang pengamat
.
Inti pemikiran kedua teori tersebut menyatakan, dua pengamat yang bergerak relatif akan mendapatkan waktu dan interval ruang yang berbeda untuk kejadian yang sama. Meski begitu, isi hukum fisik akan terlihat sama oleh keduanya. Dengan ditemukannya teori relativitas, manusia bisa menjelaskan sifat-sifat materi dan struktur alam semesta.
“Pertama kali saya mendapatkan ide untuk membangun teori relativitas, yaitu sekitar tahun lalu 1905. Saya tidak dapat mengatakan secara eksak dari mana ide semacam ini muncul. Namun, saya yakin, ide ini berasal dari masalah optik pada benda-benda yang bergerak,” ungkap Einstein saat menyampaikan kuliah umum di depan mahasiswa Kyoto Imperial University pada 4 Desember 1922
.
Benarkah Einstein pencetus teori relativitas pertama? Di Barat sendiri, ada yang meragukan teori relativitas itu pertama kali ditemukan Einstein. Sebab, ada yang berpendapat bahwa teori relativitas pertama kali diungkapkan oleh Galileo Galilei dalam karyanya bertajuk Dialogue Concerning the World’s Two Chief Systems pada 1632
.
Teori relativitas merupakan revolusi dari ilmu matematika dan fisika. Sejatinya, 1.100 tahun sebelum Einstein mencetuskan teori relativitas, ilmuwan Muslim di abad ke-9 M telah meletakkan dasar-dasar teori relativitas, yaitu saintis dan filosof legendaris bernama Al-Kindi yang mencetuskan teori itu.
Sesungguhnya, tak mengejutkan jika ilmuwan besar sekaliber Al-Kindi telah mencetuskan teori itu pada abad ke-9 M. Apalagi, ilmuwan kelahiran Kufah tahun 801 M itu pasti sangat menguasai kitab suci Alquran. Sebab, tak diragukan lagi bahwa ayat-ayat Alquran mengandung pengetahuan yang absolut dan selalu menjadi kunci tabir misteri yang meliputi alam semesta raya ini.
Aya-ayat Alquran yang begitu menakjubkan inilah yang mendorong para saintis Muslim di era keemasan mampu meletakkan dasar-dasar sains modern. Sayangnya, karya-karya serta pemikiran para saintis Muslim dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi telah ditutup-tutupi
.
Dalam Al-Falsafa al-Ula, ilmuwan bernama lengkap Yusuf Ibnu Ishaq Al-Kindi itu telah mengungkapkan dasar-dasar teori relativitas. Sayangnya, sangat sedikit umat Islam yang mengetahuinya. Sehingga, hasil pemikiran yang brilian dari era kekhalifahan Islam itu seperti tenggelam ditelan zaman.
Menurut Al-Kindi, fisik bumi dan seluruh fenomena fisik adalah relatif. Relativitas, kata dia, adalah esensi dari hukum eksistensi. “Waktu, ruang, gerakan, dan benda, semuanya relatif dan tak absolut,” cetus Al-Kindi. Namun, ilmuwan Barat, seperti Galileo, Descartes, dan Newton, menganggap semua fenomena itu sebagai sesuatu yang absolut. Hanya Einstein yang sepaham dengan Al-Kindi
.
“Waktu hanya eksis dengan gerakan; benda dengan gerakan; gerakan dengan benda,” papar Al-Kindi. Selanjutnya, Al-Kindi berkata, “… jika ada gerakan, di sana perlu benda; jika ada sebuah benda, di sana perlu gerakan.” Pernyataan Al-Kindi itu menegaskan bahwa seluruh fenomena fisik adalah relatif satu sama lain. Mereka tak independen dan tak juga absolut.
Gagasan yang dilontarkan Al-Kindi itu sama dengan apa yang diungkapkan Einstein dalam teori relativitas umum. “Sebelum teori relativitas dicetuskan, fisika klasik selalu menganggap bahwa waktu adalah absolut,” papar Einstein dalam La Relativite. Menurut Einstein, pendapat yang dilontarkan oleh Galileo, Descartes, dan Newton itu tak sesuai dengan definisi waktu yang sebenarnya.
Menurut Al-Kindi, benda, waktu, gerakan, dan ruang tak hanya relatif terhadap satu sama lain, namun juga ke objek lainnya dan pengamat yang memantau mereka. Pendapat Al-Kindi itu sama dengan apa yang diungkapkan Einstein
.
Dalam Al-Falsafa al-Ula, Al-Kindi mencontohkan, seseorang melihat sebuah objek yang ukurannya lebih kecil atau lebih besar menurut pergerakan vertikal antara bumi dan langit. Jika orang itu naik ke atas langit, dia melihat pohon-pohon lebih kecil. Jika dia bergerak ke bumi, dia melihat pohon-pohon itu jadi lebih besar
.
“Kita tak dapat mengatakan bahwa sesuatu itu kecil atau besar secara absolut. Tetapi, kita dapat mengatakan bahwa itu lebih kecil atau lebih besar dalam hubungan kepada objek yang lain,” tutur Al-Kindi. Kesimpulan yang sama diungkapkan Einsten sekitar 11 abad setelah Al-Kindi wafat.
Menurut Einstein, tak ada hukum yang absolut dalam pengertian hukum tak terikat pada pengamat. Sebuah hukum, papar dia, harus dibuktikan melalui pengukuran. Al-Kindi menyatakan, seluruh fenomena fisik, seperti manusia menjadi dirinya, adalah relatif dan terbatas.
Meski setiap manusia tak terbatas dalam jumlah dan keberlangsungan, mereka terbatas; waktu, gerakan, benda, dan ruang yang juga terbatas. Einstein lagi-lagi mengamini pernyataan Al-Kindi yang dilontarkannya pada abad ke-11 M. “Eksistensi dunia ini terbatas meskipun eksistensi tak terbatas,” papar Einstein
.
Dengan teori itu, Al-Kindi tak hanya mencoba menjelaskan seluruh fenomena fisik. Namun, juga dia membuktikan eksistensi Tuhan. Karena, itu adalah konsekuensi logis dari teorinya. Di akhir hayatnya, Einsten pun mengakui eksistensi Tuhan. Teori relativitas yang diungkapkan kedua ilmuwan berbeda zaman itu pada dasarnya sama. Namun, penjelasan Einstein telah dibuktikan dengan sangat teliti
.
Bahkan, teori relativitasnya telah digunakan untuk pengembangan energi, bom atom, dan senjata nuklir pemusnah massal. Sedangkan, Al-Kindi mengungkapkan teorinya untuk membuktikan eksistensi Tuhan dan keesaan-Nya. Sayangnya, pemikiran cemerlang sang saintis Muslim tentang teori relativitas itu itu tak banyak diketahui. Sungguh sangat ironis, memang.
Relativitas dalam Alquran
Alam semesta raya ini selalu diselimuti misteri. Kitab suci Alquran yang diturunkan kepada umat manusia merupakan kuncinya. Allah SWT telah menjanjikan bahwa Alquran merupakan petunjuk hidup bagi orang-orang yang bertakwa. Untuk membuka selimut misteri alam semesta itu, Sang Khalik memerintahkan manusia agar berpikir.
Berikut ini adalah beberapa ayat Alquran yang membuktikan teori relativitas itu.”…. Sesungguhnya, sehari di sisi Tuhanmu seperti seribu tahun dari tahun-tahun yang kamu hitung.” (QS Alhajj: 47). “Dia mengatur urusan langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadanya-Nya dalam satu hari yang kadarnya (lamanya) adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.” (QS Assajdah: 5).
“Yang datang dari Allah, yang mempunyai tempat-tempat naik. Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun.” (QS 70: 3-4). “Dan, kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya. Padahal, ia berjalan sebagaimana jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu. Sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Annaml: 88)
.
“Allah bertanya, ‘Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?’ Mereka menjawab, ‘Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari. Maka, tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.’ Allah berfirman, ‘Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui’.” (QS 23: 122-114)
.
Karena kebenaran Alquran itu, konon di akhir hayatnya, Einsten secara diam-diam juga telah memeluk agama Islam. Dalam sebuah tulisan, Einstein mengakui kebenaran Alquran. “Alquran bukanlah buku seperti aljabar atau geometri. Namun, Alquran adalah kumpulan aturan yang menuntun umat manusia ke jalan yang benar. Jalan yang tak dapat ditolak para filosof besar,” ungkap Einstein. Wallahualam.
Si Jenius dari Abad IX
Al-Kindi atau Al-Kindus adalah ilmuwan jenius yang hidup di era kejayaan Islam Baghdad. Saat itu, panji-panji kejayaan Islam dikerek oleh Dinasti Abbasiyah. Tak kurang dari lima periode khalifah dilaluinya, yakni Al-Amin (809-813), Al-Ma’mun (813-833), Al-Mu’tasim, Al-Wasiq (842-847), dan Mutawakil (847-861).
Kepandaian dan kemampuannya dalam menguasai berbagai ilmu, termasuk kedokteran, membuatnya diangkat menjadi guru dan tabib kerajaan. Khalifah juga mempercayainya untuk berkiprah di Baitulhikmah yang kala itu gencar menerjemahkan buku-buku ilmu pengetahuan dari berbagai bahasa, seperti Yunani
.
Ketika Khalifah Al-Ma’mun tutup usia dan digantikan putranya, Al-Mu’tasim, posisi Al-Kindi semakin diperhitungkan dan mendapatkan peran yang besar. Dia secara khusus diangkat menjadi guru bagi putranya. Al-Kindi mampu menghidupkan paham Muktazilah. Berkat peran Al-Kindi pula, paham yang mengutamakan rasionalitas itu ditetapkan sebagai paham resmi kerajaan
.
Menurut Al-Nadhim, selama berkutat dan bergelut dengan ilmu pengetahuan di Baitulhikmah, Al-Kindi telah melahirkan 260 karya. Di antara sederet buah pikirnya itu telah dituangkan dalam risalah-risalah pendek yang tak lagi ditemukan. Karya-karya yang dihasilkannya menunjukan bahwa Al-Kindi adalah seorang yang berilmu pengetahuan yang luas dan dalam
.
Ratusan karyanya itu dipilah ke berbagai bidang, seperti filsafat, logika, ilmu hitung, musik, astronomi, geometri, medis, astrologi, dialektika, psikologi, politik, dan meteorologi. Bukunya yang paling banyak adalah geometri sebanyak 32 judul. Filsafat dan kedokteran masing-masing mencapai 22 judul. Logika sebanyak sembilan judul dan fisika 12 judul.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar